Jangan katakan rindu pada saat bintang sedang semu. Sebab pada banyaknya bintang di alam semesta aku menaruh rindu kepadamu.
Jauhnya jarak membentang acapkali membuat intensitas rindu kian tinggi. Hanya saja aku tak sempat menikmati kabut di gunung terlebih dahulu sebelum rindu mencekamku, dingin dan ingin saling beradu ; dinginnya rindu selalu menciptakan ingin untuk bertemu. Barangkali rindu singgah di setiap harinya saat kamu sedang tak mengisi hari-hariku, berduyun-duyun datang menerpa pemikiran kosongku, mengais kata-kata yang berserakan di pojok kamarku. Aku selalu menyebut namamu dengan nama yang berbeda saat sedang rindu. Belajar dari bisikan malam yang merindukan angin, setiap bisikan malam berbeda saat sedang rindu dengan angin. Malam selalu berbisik tentang hal yang indah di alam semesta, tentang dirinya yang dihiasi oleh bintang-bintang. Rasanya merindukanmu adalah hal terbaik yang aku miliki saat ini, saat kamu sedang jauh dariku.
Barangkali kata kangen yang kita ucapkan jumlahnya lebih banyak dari bintang di malam hari.
Hari-hariku dilalui tanpa bersamamu. Adalah hal yang menyebalkan apabila menghitung hari-hari saat sedang tidak bersamamu, terasa lama sekali. Ah, memang selalu saja, penghitungan tak membuatku kian tenang, justru membuatku semakin gamang. Sebaliknya, menunggu hari-hari saat bersamamu adalah hal yang menyenangkan bagiku. Tak ada hari-hari yang lebih indah saat menunggu kehadiran seorang kekasih. Ia selalu membayangkan saat nantinya akan jumpa lagi, mengisi waktu bersama, bermain dan bercanda tawa, sedang waktu hanya tersenyum melihat sepasang dua insan saling beradu rasa.
Waktu tak mungkin begitu kejam mempercepat pertemuan dua insan tersebut. Siapa yang dengan teganya membiarkan sepasang kekasih hanya berbahagia sebentar dan kembali merasakan rindu di dalam kamar? Ah, alangkah egoisnya sang waktu. Nyatanya, sepasang kekasih tersebut terpaksa digiring oleh waktu terhadap pertemuannya yang pertama setelah sekian lama tak jumpa, digiring dengan sangat cepat dan merasakan rindu kembali dengan sangat lambat. Bukankah hal yang paling menyiksa adalah merasakan sesuatu dengan sangat lambat?.
Di tengah-tengah kesibukan malam kota, tepatnya di jantung kota sepasang kekasih sedang menikmati kata-kata dan merangkainya agar dapat dikenang untuk selamanya.
Ruang dan waktu menjadi musuh terbesar saat ini, saat kita sedang berada pada tempat yang berbeda namun merasakan waktu yang sama. Aku berharap teori ruang-waktu benar-benar ada, kita dapat hidup pada beberapa minggu yang lalu dan mengulang kembali kenangan-kenangan yang telah kita lalui. Namun betapa naifnya diriku apabila hal itu benar terjadi, bukankah lebih indah apabila melakukan hal yang lebih baik pada minggu kedepannya? membuat kisah lagi dan menceritakannya menjadi sebuah paragraf? Walau begitu, aku tetap membenci keadaan ruang dan waktu yang sedang menguasai.
Bodohnya manusia yang menyalahkan waktu jika kebahagiaan saja hanya terpaku dalam satu waktu.
Setidaknya kamu masih dapat menikmati rangkaian kataku saat aku sedang rindu. Dokter manapun tak akan menemukan obat rindu. Untuk itu, aku menulis tentangmu agar dapat kamu baca dan mengobati rasa rindu, barang satu menit.
Jangan katakan rindu pada saat bintang sedang semu, katakanlah setiap waktu.
Kabut telah mengajariku satu hal penting : Walau rindu terasa dingin dan pekat seperti kabut, namun tetap saja hal itu menciptakan rasa ingin untuk bertemu kembali.
0 Comments