Ketika emosi sedang bergema di ruang hati, ketika luapan amarah lebih megah ketimbang gedung-gedung yang ada di ibukota. Tak ada yang lebih buruk daripada termakan emosi diri dan tenggelam di dalam lautan ego. Bertubi-tubi cacian, makian, hingga kata-kata sumpah serapah yang tidak seharusnya diucapkan lambat laun menjadi suatu kebiasaan.
Marah tidak menyelesaikan masalah, katamu.
Sudahlah, manusia memang besar ego, kamu tidak salah, dia yang salah, kata pemuja benci
Hati-hati pada setiap perkataanmu. Sebab tak ada yang lebih tajam ketimbang lidah yang digunakan sembarangan, kata pemuja cinta.
Perlahan-lahan, ragaku terbang mengudara bersama burung merpati. Melihat dari kejauhan seseorang yang sedari tadi menyesal atas apa yang telah dia lakukan. Mengais-ngais sisa kata-kata yang berserakan, mengumpulkannya menjadi sebuah tulisan, lalu memajangnya di dinding ataupun di dunia maya. Aku tak tahu apa yang sedang ia tuliskan, barangkali kata-kata penyesalan yang begitu mendalam. Entahlah.
-------------
Di bawah naungan persatuan, di cakrawala bangsa, terjadi pertikaian di berbagai sudut negara. Masalah-masalah selalu membuat resah rakyatnya, terutama bagi sang presiden sendiri. Di setiap harinya, muncul satu masalah yang bisa dijadikan bahan perbincangan bagi semua rakyat. Masalah-masalah tersebut berbagai macam bentuknya, mulai dari masalah mengenai bu Sumiyati yang mencuci di sungai namun bajunya sering kelintir, mengenai tukang jual dawet yang memakai kata 'anying' di setiap promosinya, hingga masalah yang sangat sepele seperti kenapa rambut Atta Halilintar sering berganti warna. Masalah terus berganti seperti warna rambut Atta Halilintar, hingga sampai akhirnya tak ada yang peduli dengan masalah yang terjadi karena sudah terbiasa. Bahkan tak jarang banyak sekali kalimat-kalimat "Ayo bertengkar, saya tidak suka diselesaikan secara kekeluargaan", atau "saya haus akan keributan" terlontar di sosial media.
Yang fana hanyalah persatuan, pertikaian yang abadi. Begitu jika boleh mengutip dari kata-kata sastrawan terkemuka. Bangsa kita haus akan pertikaian, tidak heran apabila persatuan saat ini menjadi barang langka. Pertikaian itu tidak hanya datang dari skala yang besar seperti negara, bahkan sepasang kekasih yang tinggal di negara tersebut kerapkali mengalami pertikaian. Tak sedikit pertikaian yang terjadi dari sepasang kekasih, hampir setiap hari ada 1697 hati yang tersiksa akibat pertikaian yang terjadi dari sepasang kekasih di negara ini. Sudah terjadi pertikaian di antara rakyat, juga terjadi pertikaian di antara sepasang kekasih. Habis sudah negeri ini dimakan oleh ego masing-masing rakyatnya.
-------------
Jelas sudah, aku menuliskan serangkaian kata penyesalan yang begitu mendalam. Aku memahami, bahwa ego tak seharusnya menguasai jalan pikiran kita. Ego memakan apa saja yang selama ini telah kita bangun, menghancurkan apa saja yang selama ini kita impikan. Sadarlah, bahwa ego hanya akan membawa kita kepada kehancuran. Tenanglah, bahwa ada yang lebih indah dari mengedepankan ego, yaitu sebuah persatuan. Apa yang kita tanam, itulah yang kita petik. Apa yang kita impikan saat ini, suatu hari nanti akan terwujudkan. Junjung tinggi persatuan, tanamkan rasa persaudaraan. Sebab, manusia tak ada artinya jika hanya memberi makan ego saja.
Semarang, 11 November 2018
Adibio
Semarang, 11 November 2018
Adibio
gambar hanya untuk thubmnail saja, representasi dari santai |
0 Comments