Berteman dengan sunyi bukan hanya membantu kamu menjauh dari gelegarnya bunyi kembang api, melainkan mampu membuatmu mempelajari diri sendiri.
Sedari tadi sore aku berkutat dengan laptop dan microsoft word hanya untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan sebelum datangnya malam pergantian tahun baru. Bukan, bukannya aku ingin merayakan tahun baru pada malam harinya, melainkan karena deadline pekerjaanku hari ini sehingga secepatnya harus ku selesaikan. Sebab, bagiku, perayaan tahun baru tidak ada gunanya di saat usiamu sudah menginjak kepala dua. Menikmati kasur serta berteman dengan kesunyian adalah salah satu refleksi diri untuk menyambut datangnya tahun 2019 yang sudah siap menunggu di depan matamu. Sembari beristirahat dari capeknya mengetik tulisan dengan ratusan kata, aku berbaring sejenak untuk membuka instagram story yang telah aku buat sepanjang tahun 2018.
Terlalu banyak kenangan yang telah aku rangkai dari awal Januari hingga detik ini. Langkah ini sudah semakin jauh menapak tanpa henti. Berbagai perjalanan telah aku lewati, beribu pelajaran telah aku dapati. Hingga terkadang aku lupa bahwa sejauh apapun langkah ini mengayun, selalu ada tempat singgah yang harus dijamah--rumah. Rumah ada untuk langkah yang mengenal lelah, rumah ada untuk mengganti senyummu yang kian pudar, dan rumah selalu ada untuk hati-hati yang sempat terkena patah hati. Sempatkanlah dirimu untuk selalu menyapa orang tua meski kamu sedang terburu-buru hendak melangkah pergi jauh. Ceritakan rencana mimpimu kepadanya, biarkan telinga yang sedari dulu mendengar tangismu kini akan mendengar rangkaian mimpimu yang luar biasa. Biarkan matanya menatap matamu yang sedari dulu terus mengeluarkan air mata di pertengahan malamnya. Hingga kemudian, kamu akan mengayunkan kaki dengan perasaan lega ketika keluar rumah. Sebab, orang tuamu tahu kamu akan menaklukkan dunia dengan caramu. Sebab, orang tuamu tahu bahwa anaknya suatu hari nanti akan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat.
Belajar mengenal rasa tentu belajar berbagi cerita. Tahun ini, aku mengenal tangis dan bengis secara bersamaan. Tahun ini, aku belajar memendam ego dengan segala noda buruk yang membuntutinya. Tahun ini, rasanya aku baru mengenal sebagian rasa yang sama sekali belum aku ketahui sebelumnya. Tahun depan, mari kita belajar apa arti dari rasa.
Waktu terus berjalan tanpa henti, sedang langkahku terhenti tepat di depan senyum manismu. Pertengahan tahun itu, tepatnya saat musim hujan sedang berganti ke musim kemarau, aku membiarkan sang waktu terus berjalan tanpa memikirkannya. Masa bodo terhadap waktu, sedang disini aku ditemani dengan senyummu, senyum yang akan aku kenang hingga suatu saat nanti. Merebahkan aksara di atas hamparan sabana adalah hal terbaikku saat itu, membiarkan waktu terus berjalan adalah hal terburukku saat itu. Bagaimana tidak, inginnya aku menghentikan waktu saat tatapan mataku terbius oleh paras cantikmu yang bersinar terang di antara pekat patah hati yang aku terima pada masa lalu. Lubang nostalgia tertutup begitu saja tanpa memperbolehkan aku menangis mengingat tragedi patah hati. Ya, patah hati memang tidak mengenakkan. Namun, adakalanya patah hati membuatmu ingin kembali menoleh kepadanya. Di temaram lampu kota, tepat di jantung kota, cerita menguar bersama rintik hujan yang turun dari atas bumi. Langit terlihat begitu pucat seakan memaksaku untuk menyelimutinya dengan goresan aksara. Namun sekali lagi, kala itu aku tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitarku, bahkan keadaan semesta yang seringkali aku jaga. Sebab, disini, di tengah kota yang dihiasi gemerlap lampu dan udara yang syahdu, tanganku menemukan jalannya untuk meraih mimpi-mimpi yang sempat kabur.
Andaikan kaki ini tidak melangkah lebih dari biasanya, mungkin, di malam yang sebentar lagi akan berganti tahun 2019, aku masih melukiskan indahnya patah hati tanpa mengerti arti jatuh hati.
Alam selalu mengerti akan manusia yang sedang membutuhkan ruang. Dibiarkannya aku yang sedang berada di dalam ruang hampa dengan beribu pesonanya sehingga aku sedikit melupakan suasana alam. Ya, tahun ini aku hanya sedikit saja menyapa alam dan semesta lewat kabut-kabut dan juga hangatnya sinar mentari. Merapi dan Merbabu masih menjadi favoritku pada tahun ini. Kedua gunung yang saling berdekatan, saling memancarkan kebahagiaan, tidak akan pernah aku lupakan keindahan yang tercipta di dalamnya. Sesekali aku merindukan masa saat bercengkrama dengan alam tanpa mengkhawatirkan hal duniawi lainnya. Tahun ini, rasanya sangat sedikit sekali obrolanku bersama alam. Ah, semoga saja, pada tahun depan, aku dapat meningkatkan intensitas obrolanku bersama alam.
Selain rumah yang menjadi tempat singgah, aku rasa alam adalah tempat singgah terindah untuk menumpahkan segala cerita tentang masalah dunia.
Segalanya akan terlihat tampak buram dari sekarang, masa depan tidak ada yang pernah tahu bentuknya. Sebab, kita berada di masa sekarang dan belajar di masa lalu. Menatap masa depan adalah hal semu yang seringkali dilakukan oleh kebanyakan manusia. Entah bagaimana ceritamu di tahun 2018, 1 menit lagi tahun akan berganti. Mari kita sama-sama mengheningkan cipta untuk saudara-saudara kita yang terkena bencana. Setelah itu, mari tatap 2019 dengan membangun bangsa Indonesia melalui kesadaran kita masing-masing.
Salam hangat,
1 Comments
Ouch, sedang patah hati ya? Semoga bisa segera move on dan berkarya lebih besar di tahun ini.
ReplyDeleteBiarkan rasa sedih jadi milik tahun lalu aja ya. Tahun ini, akan ada bnyk keajaiban menanti 😀