Kehampaan merajai segalanya. Hingga datang imajinasi yang mengisinya, lantas aku berada di atas awan dengan berbagai macam pikiran yang tak sempat aku terjemahkan.
Entah apa yang aku cari ketika berada di atas awan. Barangkali hanya ketenangan pikiran, tanpa ada sebuah tulisan. Hanya keindahan pemandangan tanpa ada satupun untaian kenangan yang sempat terisi di dalam lantunan paragraf. Hanya sebatas pemuas batin tanpa ada satu pun rasa ingin;ingin mengenang, ingin mengabadikan. Seluas kata yang menerka tentang keindahan sabana, ragaku terenyuh di tengah-tengah percakapan pohon dan danau. Di sana bersemayam ketenangan yang tidak ada batasnya. Sepanjang hati meraba, seluas mata memandang, sebebas langkah kaki mengayun, kata-kata bertebaran tanpa ada sangkar yang mengurungnya. Sedang di sini, aku tetap terpaku kepada keindahan ciptaan Tuhan. Kemegahan Semeru berhasil membuatku jatuh cinta, lagi dan lagi, terhadap negara Indonesia.
Aku tak pernah sebingung ini sebelumnya. Namun kali ini, aku hendak bercerita mengenai cerita perjalananku di suatu tempat. Tempat yang sangat diagung-agungkan di tanah pulau Jawa karena ketinggiannya. Atap pulau Jawa, puncaknya para dewa, Mahameru. Pertama kali aku mendengar istilah tersebut tentu hatiku sangat berdebar-debar rasanya. Siapa yang tidak ingin menginjakkan kakinya di atas atap pulau Jawa? Semua orang ingin, dan aku termasuk salah satunya. Setelah berbagai cerita yang mampir di telingaku, akhirnya aku putuskan untuk mengunjungi gunung Semeru pada tanggal 16 Juni 2019.
Pendakianku ke gunung Semeru memakan waktu sekitar 4 hari 3 malam yang dimulai pada tanggal 16 Juni 2019. Di setiap harinya menuai beragam cerita yang berbeda sehingga aku sangat senang apabila kamu ingin membacanya dengan khidmat per harinya. Di dalam cerita kali ini, aku tidak akan berbagi info-info mengenai gunung semeru;biaya masuknya, biaya transportnya, dan biaya-biaya lainnya. Jika hendak mencari semua itu, maka berhenti membaca blogku di sini saja, karena kamu akan sia-sia. Pergilah ke blog lainnya, karena sudah banyak yang berbagi informasi terkait pendakian ke gunung Semeru.
Baiklah, mari akan aku ceritakan mengenai cerita perjalananku ke Semeru.
Hari Pertama: Mengenal Rindu
Aku masih tidak menyangka aku akan melakukan pendakian ke gunung tertinggi di Jawa. Salah satu seven summit yang dimiliki oleh Indonesia. Pagi memaksaku untuk menyingkirkan rasa prasangka buruk apapun di dalam diriku. Sang fajar hendak memunculkan sosoknya yang begitu gagah di Bumi ini. Aku hendak bersiap-siap untuk mendaki ke gunung Semeru nanti. Packing merupakan salah satu kegiatan yang harus diperhatikan dengan sedetail mungkin. Salah sedikit saja, maka kamu akan lupa banyak hal sehingga akan mengganggu proses perjalananmu nanti. Setelah memastikan tidak ada yang ketinggalan satu pun, aku bergegas menuju ke basecamp gunung Semeru, tepatnya di Ranu Pane. Dari Malang, aku diantar oleh dua sahabatku di pondok dahulu, yaitu Salman dan Rifqi. Kedua temanku tersebut sangat baik sehingga langsung mengantarkanku ke basecamp Ranu Pane dengan sepeda motor. Dengan begitu, maka aku sedikit mengirit ongkos transportasi. Semoga mereka membaca dan sedikit terharu.
Sesampainya di basecamp, berbagai macam administrasi untuk melakukan pendakian gunung Semeru langsung dilakukan. Mulai dari registrasi ulang, briefing, dan lain-lainnya. Setelah semuanya selesai, aku langsung mendapatkan tiket untuk melakukan pendakian ke gunung Semeru. Sebelum memulai petualangan, ada baiknya perut terisi dengan penuh. Mampirlah sebentar ke warung makan yang berada di sekitaran basecamp Ranu Pane.
basecamp ranu pane |
Setelah semuanya beres, dari urusan kepala sampai urusan perut, maka aku bersiap-siap untuk melakukan pendakian gunung Semeru. Sampai sini, aku masih tidak menyangka kalau aku akan mendaki gunung tertinggi di Jawa. Memasuki portal "Selamat Datang Pendaki Gunung Semeru" hatiku mulai merasakan getaran yang teramat besar. Seperti gempa lokal yang terjadi di dalam tubuhku. Dengan pasti, langkahku mengayun menapaki jalur pendakian gunung Semeru. Mataku melihat di pemandangan sekitar jalur pendakian. Sawah masih nampak dari sini, serta bukit yang menjulang tinggi di samping kanan. Berbeda dengan mata yang bergerak bebas kemana saja, pikiran ini terpaku ke satu titik yang mengalir menuju ke hati. Ada getaran yang berbeda ketika sudah memasuki jalur pendakian. Bukan tentang kemegahan Semeru, melainkan kerinduan yang menggebu-gebu.
Melihat pos 1 di depan, badan ini rasanya hendak diistirahatkan dengan nyaman. Di pos 1 masih ada warung. Ku rehatkan sejenak dan kemudian melanjutkan perjalanan. Rindu ini masih menghantui pikiranku di setiap langkah. Rindu semuanya, rindu keluarga, rindu orang yang aku sayangi. Ku kibaskan rasa itu, lalu aku kembali fokus kepada tapak kakiku.
Jalur Semeru terbilang sangat panjang dan cukup melelahkan. Namun, semua itu akan terbayar ketika telinga ini langsung mendengar suara air gemericik serta angin yang sangat syahdu. Ya, ranu kumbolo, keindahan surga Semeru sudah tampak di depan sana. Hati ini semakin bergetar dibuatnya. Suara angin yang syahdu serta goyangan pohon yang diterpa angin seolah-olah melengkapi keindahan ranu kumbolo. Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, dan di atas langit sana bintang-gemintang sudah menampakkan dirinya dalam jumlah yang sangat banyak. Ah, aku tidak bisa berkata apa-apa dan terjebak di dalam imajinasiku sendiri. Memang benar kata orang, keindahan ranu kumbolo tidak dapat digambarkan hanya dalam sekali pandangan saja, namun dapat dirasakan dalam waktu yang berkepanjangan. Malam ini, aku bersyukur kepada Tuhan karena telah memperlihatkanku dengan ciptaannya yang begitu indah. Oh, ranu kumbolo.
Di ranu kumbolo, aku bergegas mendirikan tenda bersama temanku. Karena cuaca di sini sangat dingin, maka tangan pun terasa hampir mati rasa. Ranu kumbolo memang terkenal dengan cuacanya yang sangat dingin. Yang paling mengejutkan dari ranu kumbolo adalah, di sini kamu dapat menikmati fasilitas yang telah disediakan oleh pengelola Semeru. Toilet, warung, mushola, api unggun, semua lengkap dan dapat kamu pakai semau kamu. Namun, tentu saja kamu harus merogoh kantongmu untuk menikmati semua fasilitas itu.
Tenda sudah didirikan dan aku tetap saja tidak bisa memejamkan mata. Aku mencoba untuk menghilangkan rasa rindu tersebut dengan berkeliling di sekitar ranu kumbolo. Suasananya cukup bersahabat pada malam itu. Angin tidak terlalu kencang, bintang di atas sangat banyak, serta sinar rembulan yang sangat terang. Di tepi warung ada sudut api unggun yang tersedia. Aku pun bergegas ikut ke dalam kerumunan pendaki yang mengitar api unggun dan mencoba untuk membuka percakapan. Ah, suasana ranu kumbolo jadi semakin lengkap dengan adanya keramah-tamahan antar pendaki.
Rasa kantuk pun sudah tidak bisa ditahan lagi. Setelah asyik bercengkrama sambil memakan pop mie, aku bergegas masuk tenda serta masuk ke dalam mimpi. Rindu ini terus menggebu-gebu di tengah angin yang syahdu. Inikah arti pulang dari sebuah perjalanan?.
Hari Kedua: Memupuk Rindu
Ranu kumbolo terasa sangat dingin. Walaupun begitu, di tengah-tengah bukit telah hadir sosok penghangat yang sangat indah dan mempesona. Para pendaki bersiap-siap untuk memasang kamera terbaiknya agar mendapatkan sosok fajar tersebut. Ini adalah bagian yang paling indah. Ketika membuka tenda, matamu langsung terarah kepada indahnya ranu kumbolo diselimuti oleh cahaya mentari. Cuaca dingin perlahan hilang diimbangi oleh hangatnya mentari. Aku dan temanku langsung berburu foto kesana kemari sebelum nanti melanjutkan pendakian kembali. Inilah beberapa hasil foto di ranu kumbolo.
Ranu kumbolo |
samping kiri ranu kumbolo |
Setelah puas memburu foto, kamu bergegas membuat sarapan untuk mengisi perut. Memasak adalah salah satu kegiatan yang sangat menyenangkan di kala pendakian. Kamu dapat bereksperimenn sesukamu tanpa harus dimarahi oleh chef Juna. Perut pun akhirnya sudah terisi, dan kami segera melanjutkan perjalanan kembali. Packing tenda dan barang-barang lainnya, lalu menatap tanjakan cinta dengan penuh keyakinan.
Dilihat dari ranu kumbolo, tanjakan cinta memang sangat terjal. Aku pada awalnya mempercayai mitos yang bertebaran di kalangan pendaki terkait tanjakan cinta. Bagi yang belum tahu, mitos dari tanjakan cinta adalah apabila kamu membayangkan seseorang yang kamu sayangi dan melalui tanjakan cinta tanpa menoleh ke belakang, maka kamu akan mendapatkan orang tersebut. Langkahku pun masih yakin menaiki tanjakan cinta tanpa menoleh ke belakang. Namun hasrat untuk melihat ranu kumbolo dari sini sudah tidak tertahankan. Di setengah perjalanan tanjakan cinta, aku bergegas menoleh ke belakang dan melupakan mitos tersebut. Ternyata tak hanya aku saja, banyak pendaki yang melakukan hal tersebut sehingga terjadilah tawa yang keras dari para pendaki.
Tanjakan cinta sudah aku lewati, setelah itu mata ini benar-benar dimanjakan dengan luasnya Oro-Oro Ombo yang berada di depan. Seketika hatiku semakin bergetar lebih keras dan rasa lelah terbayar sudah. Belum selesai rasa takjub ini akan keindahan ranu kumbolo masih ada keindahan Oro-Oro Ombo yang mempesona. Ah, pantas saja banyak sekali pendaki yang bermimpi ingin menapaki puncak tertinggi Jawa ini.
oro-oro ombo |
oro-oro ombo |
Di luasnya Oro-Oro Ombo, aku mencoba memupuk rindu yang telah aku kenal pada pendakian hari pertama. Puncak semeru masih belum kelihatan namun puncak rindu seolah-olah hendak keluar dari dalam tubuh. Memang benar, tujuan dari pendakian gunung bukanlah puncak, melainkan pulang dengan selamat. Selalu berhati-hati dan tetap waspada dengan segala kemungkinan, termasuk rasa rindu yang mematikan.
Oro-Oro Ombo sukses membuat wajahku terlihat hitam. Tempatnya yang terbuka dan teriknya matahari benar-benar sangat menguras tenaga waktu itu. Setelah Oro-Oro Ombo, ada tempat yang sangat sejuk yaitu pos bernama cemoro kandang. Di sini, kamu masih bisa menikmati warung yang menyediakan beragam jajanan, termasuk es gorengan.
Setelah istirahat cukup lama di cemoro kandang, aku bergegas melanjutkan pendakian. Di dalam briefing sebelum pendakian, setelah cemoro kandang akan melewati jambangan lalu kalimati. Di jambangan, puncak megah semeru sudah terlihat oleh mata. Bahkan wedhus gembel yang dikeluarkan oleh semeru juga sudah terlihat dari jambangan.
Jambangan |
pose dulu guys |
Jambangan sukses membuat puncak semeru dan puncak rindu semakin menggebu-gebu. Teringat akan momen-momen indah bersama orang tersayang sebelum menapaki gunung Semeru. Ah, sedang apakah orang-orang tersebut? Apakah rasa rindu mereka sama kuatnya dengan apa yang aku rasakan? Mari, kita sambung rasa tersebut dalam lantunan alam yang sangat syahdu. Biarkan angin menggiringnya ke jambangan dan akan aku hirup sedalam mungkin. Tidak ada yang lebih sakit daripada di serang rasa rindu perlahan-lahan.
Setelah jambangan, akan ada pos Kalimati.
Kalimati, tempatnya para pendaki mendirikan tenda sebelum melakukan summit. Di sini kamu bisa menemui mata air yang dapat ditempuh dengan jarak yang sangat jauh. Selain itu, kamu masih bisa menjumpai warung serta padang sabana yang sangat luas. Kabarnya, banyak pendaki yang bilang kalau kalimati tidak lebih dingin dari ranu kumbolo, namun menyimpan mistis yang luar biasa. Sesampainya di kalimati, aku langsung mendirikan tenda dan bersiap-siap untuk beristirahat. Jam masih menunjukkan pukul lima sore, sedangkan nanti sekitar jam 12 malam pendakian akan dilanjutkan lagi dengan melakukan summit ke puncak.
Di kalimati, rindu yang telah terpupuk di oro-oro ombo aku harap dapat tumbuh dengan sangat baik. Sedang di sini, aku masih mempelajari makna pulang di setiap perjalanan.
suasana di sekitar kalimati |
tenda para pendaki di pos kalimati |
Bersambung ke part 2......
0 Comments